Jumat, 28 Oktober 2011

Indramayu : salah satu daerah penghasil Wanita Penghibur

106

PULUHAN warung malam remang-remang bertebaran di Desa Cangkingan, Kecamatan Karangampel, Indramayu, Jawa Barat. Di depan warung rata-rata berukuran 3 x 5 meter, terpacak panggung kecil, tempat berjoget dengan iringan musik tape recorder. Warung ini juga memajang gadis-gadis belia berparas ayu, berusia 13 hingga 15 tahun. Sebagian besar diantara mereka mengaku masih duduk di bangku SLTP. Malah ada yang bilang masih SD kelas VI. Perawan cilik ini menemani minum bir lelaki pengunjung warung, dan berjoget "goyang dombret" hingga larut malam. Meski usia masih sangat belia, cewek-cewek ini lihai merayu tamunya agar minum sampai teler, lalu mengucurkan tips dalam jumlah besar. Walau demikian, mereka menolak diajak ngamar. "Pekerjaan saya hanya menemani minum dan berjoget," kata Cicih gadis kencur berumur 14 tahun. Warung malam Desa Cangkingan inilah yang disebut sebagai tempat magang gadis Indramayu untuk menjadi wanita penghibur profesional di kota besar, hingga ke luar negeri. Sudah menjadi pengetahuan umum, selama ini Indramayu dikenal sebagai pemasok wanita cantik ke Jakarta. Bahkan, Coalition Against Trafficking in Women,

sebuah lembaga antiperdagangan perempuan, menyebutkan, selama tiga tahun terakhir ini, lebih dari 1.000 gadis belia asal Indramayu dikirim ke Jepang sebagai pramusyahwat. Laporan Organisasi Buruh Internasional (ILO) yang bernaung di bawah PBB, yang diterbitkan awal Juli silam, menyebut Indramayu sebagai daerah pemasok anak-anak pekerja seks komersial ke Jepang. ILO mencacatat, sepanjang dua tahun belakangan sedikitnya 1.500 cewek Indramayu diterbangkan ke "negeri sakura" itu sebagi wanita penghibur. Gadis-gadis ini dikirim ke Jepang dengan kedok misi kebudayaan, menggunakan visa turis. Laporan ILO sempat membuat Bupati Indramayu Irianto kebakaran jenggot. Bupati Indramayu minta bantuan polisi untuk meneliti kebenaran laporan ILO tersebut. "Ini memang sangat memprihatinkan," kata Irianto (Mantan Bupati). Kepolisian Resor (Polres) Indramayu, awal Agustus lalu, menangkap tiga calo wanita yang akan mengirim belasan "anak baru gede" Indramayu ke Batam. Tiga calo wanita itu diketahui bernama Tiswen, 32 tahun, Tijah, 40 tahun, dan Maryati, 39 tahun, semuanya warga Desa Wanguk, Kecamatan Anjatan, Indramayu. Mereka mengaku mendapat pesanan dari sebuah perusahaan pengerah tenaga kerja yang berkantor di Jakarta Timur. Imbalannya Rp 2 juta untuk tiap cewek yang berhasil mereka kirim. Kapolres Indramayu, Ajun Komisaris Besar Polisi Eko Hadi Sutedjo, mencurigai sejumlah wilayah di Indramayu dijadikan sasaran perekrutan wanita pekerja seks. Wilayah yang ditengarai menjadi incaran para pemasok wanita penghibur meliputi beberapa desa di Kecamatan Bongas, Sukra, Anjatan, dan Kandanghaur. Kenyataan ini diakui Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Indramayu, Supali Kasim, yang menyatakan bahwa cewek Indramayu terperosok ke jurang pelacuran sejak 1960-an. Pada waktu itu, kata Supali Kasim, Indramayu mengalami kekeringan, banyak orang kelaparan. Kondisi yang buruk mendorong orang Indramayu mengadu untung ke Jakarta, yang jaraknya hanya sekitar 200 kilometer. Pria Indramayu di Ibu Kota kebanyakan menjadi buruh kasar. Tapi wanitanya, terutama yang masih muda dan cantik, memilih jalur prostitusi. Celakanya, wanita Indramayu yang sukses melacur di Jakarta, menurut Supali, ketika pulang kampung mengajak tetangganya. Apa boleh buat, banyak wanita yang tergiur mencari duit dengan menjual tubuh. "Karena melacur tak membutuhkan keterampilan dan pendidikan, tapi hasil gede. Modalnya cuma wajah cantik," kata Supali Kasim. Seiring dengan perjalanan waktu, maka sejak 1970-an, perempuan Indramayu mulai meramaikan dunia pelacuran di Jakarta. Banyaknya wanita Indramayu yang melacur belakangan ini, menurut Supali, bukan semata-mata karena faktor kemiskinan. Melainkan disebabkan rendahnya standar moral sejumlah anggota masyarakat. Masih banyak orang Indramayu, kata Supali pula, beranggapan bahwa perempuan menjadi pelacur bukan aib. Malah ada yang menganggap anak perempuannya yang berwajah cantik sebagai aset yang bisa dijual. "Maka jangan heran, kalau ada kasus orangtua dari Indramayu mengantarkan anaknya bekerja di tempat pelacuran Jakarta," Supali menegaskan. Pendapat senada juga diungkap Kepala Desa Bongas, Sukara, 50 tahun, yang secara jujur mengakui desanya menjadi pemasok wanita pekerja seks ke beberapa tempat di Jakarta, dan bahkan ke luar negeri. Penyebabnya, tingkat pendidikan warga masih sangat rendah. "Sebagian besar warga di sini cuma lulus SD," kata Sukara. Anak-anak Bongas, sebagian besar enggan melanjutkan ke SLTP, karena menurut Sukara, di desanya tidak ada SLTP. Untuk meneruskan ke SLTP, anak-anak Bongas harus menempuh jarak sekitar lima kilometer. Karena lokasi SLTP jauh, anak-anak jadi malas meneruskan sekolah. Selain itu, anak-anak juga melihat kakaknya bisa hidup makmur setelah menjadi pelacur. Meski mereka tak sekolah. "Mau lulus SD, lulus SMA, toh nanti juga akan kerja ke Taiwan atau Jepang. Jadi mereka pikir buat apa sekolah tinggi-tinggi," kata Sukara, prihatin. Lebih dari itu, sindikat jaringan pemasok wanita sudah demikian rapi beroperasi di Indramayu. Para pedagang perempuan, mengikat orangtua yang punya gadis belia dengan panjar yang jumlahnya mencapai jutaan rupiah. "Orangtua yang sudah mendapat panjar, mau tidak mau, harus mengizinkan anak gadisnya pergi meninggalkan desanya," kata Rachman, tokoh masyarakat Bongas. Dalam rangka memburu gadis-gadis Indramayu, beberapa perusahaan pengerah tenaga kerja menempatkan agennya di sentra-sentra produksi wanita cantik Indramayu. Di Kecamatan Bongas saja, menurut pemantauan Gatra, ada lima perusahanan pengerah tenaga kerja yang berpusat di Jakarta membuka cabang tak resmi. Satu perusahaan pengerah tenaga kerja menempatkan beberapa orang agen alias calo di daerah tersebut. Para calo inilah yang membujuk gadis-gadis desa yang berwajah cantik untuk bekerja di Jepang. Katanya sih sebagai penari di tempat hiburan, prakteknya mereka dijadikan budak seks. Akhir Juni lalu, terungkap ada belasan calo yang berburu cewek di beberapa desa wilayah Kecamatan Bongas, Indramayu. Mereka mengaku agen perusahaan "pencari bakat" membutuhkan gadis untuk dikirim sebagai duta seni tradisional ke Jepang. Sebanyak 157 gadis belia asal Bongas diseleksi di Condet, Jakarta Timur. Untuk meyakinkan warga setempat, maka seorang calo yang bernama Jefri mengajak Wacih, gadis berusia 28 tahun, cucu Rasinah, seorang maestro penari topeng Indramayu. Wacih tertarik, karena ia dijanjikan bayaran Rp 6 juta sebulan. "Karena penghasilan di sini tidak menentu, saya tertarik juga dengan tawaran itu," kata Wacih, penari yang mengikuti jejak sang nenek itu. Bersama dengan temannya dari Bongas, Wacih pun datang ke kantor perusahanan "pencari bakat" di Condet. Gadis penari topeng ini heran, karena beberapa gadis yang diseleksi diwajibkan berpakaian minim, ada juga yang diminta bugil. "Aneh, mau menari topeng kok disuruh pakai tank top," ujar Wacih. Ketika Wacih menanyai beberapa ABG yang menunggu jadwal pemberangkatan, betapa terkejutnya dia. Mereka mengaku akan dikirim ke Jepang bukan sebagai penari, melainkan akan bekerja di restoran. Wacih pun memilih pulang kampung. Sedangkan beberapa di antara gadis tetangga ada juga yang akhirnya berangkat ke Jepang. Belakangan tersiar kabar, pengiriman penari dengan dalih misi kebudayaan itu hanyalah kedok. Hal ini diungkapkan Santi, 20 tahun, bukan nama sebenarnya, yang pernah dikirim ke Jepang sebagai "penari". Awal Agustus 2001 lalu, Santi diajak perusahaan "misi kesenian" ke Jepang. Meski Santi yang cantik ini berterus terang tak pandai menari, calo yang mengajaknya mengatakan oke-oke saja. "Dia bilang, yang dibutuhkan Jepang hanya penari latar," kata Santi. Akhirnya, Santi, yang cuma lulus SD, terbang ke Jepang. Ia mengaku dipekerjakan di sebuah restoran di Tokyo yang punya fasilitas karaoke, dan live music. "Awalnya saya mengira disuruh menari di tempat itu. Eh, ternyata disuruh melayani di tempat tidur," kata Santi. Gadis asal Indramayu itu mengaku tak kuasa menolak perintah majikan. Selama enam bulan melacur di Jepang, Santi mengaku dapat mengumpulkan uang Rp 100 juta. Tapi Santi akhirnya kembali ke Indramayu, menikah dengan pacar yang dicintainya di kampung. Di tempat kerja Santi di Jepang, kata Santi, masih ada puluhan wanita Indonesia menjadi pelacur. Ada yang tertipu, tapi banyak pula yang sengaja merintis karier sebagai wanita penghibur di "negeri sakura" itu.

4 Komentar:

Blogger Unknown mengatakan...

ada nga gambar yang lebih hooot biar bikin kita nger gitu bila perlu foto yang di posting tu telanjang bulat n bisa juga di sertakan dengan vidio xxxxx nya....

25 Januari 2012 pukul 12.40

 
Blogger fauronny mengatakan...

mak nyossssssssssss

25 Juni 2012 pukul 13.28

 
Blogger Unknown mengatakan...

ngeri jg kalau meihat keadaan jaman skrg ini segala macam cara di halalkan demi sesuap nasi, padahal semua yg kita perbuat entah itu perbuatan baik dan jahat akan dipertanggung jawabkan dihadapan Tuhan, kalau selama kita hidup berbuat yg tidak baik semacam itu ya tahu sendirilah akibatnya nanti.

8 Februari 2013 pukul 00.55

 
Blogger Jasa Online mengatakan...

Jual Cytotec Obat Aborsi Asli Obat Penggugur Kandungan, Obat Aborsi
Jual Obat Aborsi Murah, Obat Penggugur Kandungan menjual Obat Aborsi Aman, Obat Aborsi Asli Ampuh, Obat Cytotec, Obat Aborsi Manjur, dan Cara Menggugurkan Kandungan.
Obat Aborsi Cytotec dan Obat Gastrul
Jual Obat Aborsi
Obat Aborsi
Obat Penggugur Kandungan
Jual Obat Cytotec
Jual Obat Aborsi Ampuh
Jual Obat Aborsi Asli Tuntas
Cara Menggugurkan Kandungan Janin
Obat Aborsi Asli Aman
Obat Aborsi Cytotec
Jual Obat Cytotec
Jual Cytotec Asli
Jual Cytotec
Klinik Obat Aborsi
Jual Obat Aborsi
Jual Obat Aborsi Asli
Jual Obat Aborsi Asli Ampuh
Jual Obat Aborsi Asli Tuntas
Jual Obat Aborsi Asli Manjur
Obat Penggugur Kandungan Aman
Obat Aborsi
Jual Obat Aborsi Cytotec Asli
Obat Aborsi Asli
Klinik Aborsi

6 September 2017 pukul 01.14

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda